Proses lahirnya hari jadi Kabupaten Ciamis, diawali dengan keluarnya Surat
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ciamis tanggal 6 oktober
1970 Nomor: 36/X/Kpts/DPRD/1970 dan Nomor : 5/II/Kpts/DPRD/1971, tentang
Pembentukan Panitia Penyusunan Sejarah Galuh, yang dalam pelaksaannya panitia
tersebut didampingi oleh tim ahli sejarah IKIP Bandung, yang dipimpin oleh
Drs. Rd. H. Said Raksanegara.
Dibentuknya panitia penyusunan sejarah Galuh, dimaksudkan untuk
menelusuri dan mengkaji sejarah Galuh secara menyeluruh, mengingat terdapat
beberapa alternatif didalam menetapkan hari jadi tersebut, apakah akan memakai
Titimangsa Rahyangta di Medangjati yaitu mulai berdirinya Kerajaan Galuh oleh
Wretikkandayun tanggal 23 maret 612 M atau zaman Rakean Jamri yang juga
disebut Raiyang Sanjaya sebelum Sang Manarah berkuasa, atau akan mengambil
tanggal dan tahun dari peristiwa peristiwa, sebagai berikut :
1. Digantinya nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis oleh Bupati
Rd. Tumenggung Sastra Winata pada tahun 1916;
2. Pindahnya pusat pemerintahan dari Imbanagara ke Cibatu (Ciamis) oleh
Bupati Rd. Aa Wiradikusumah pada tanggal 15 januari 1815;
3. Atau berpindahnya pusat Kabupaten Galuh dari Garatengah yang letaknya
di sekitar Cineam (Tasikmalaya) ke Barunay (Imbanagara) pada tangal 12 juni
1642.
Hasil kerja keras panitia penyusun sejarah Galuh dan tim ahli sejarah IKIP
Bandung, akhirnya menyimpulkan bahwa hari jadi Kabupaten Ciamis jatuh pada
tanggal 12 juni 1642, yang kemudian dikukuhkan dengan Surat Keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ciamis tanggal 17 Mei 1972 nomor:
22/V/Kpts/DPRD/ 1972.
Dengan Keputusan DPRD tersebut, diharapkan teka-teki mengenai hari jadi
Kabupaten Ciamis tidak dipertentangkan lagi dan juga diharapkan seluruh
masyarakat mengetahui, sehingga akan lebih bersemangat untuk membangun tatar
galuh ini, sejalan dengan moto juang kabupaten ciamis, yaitu: pakena gawe rahayu
pakeun heubeul jaya dinabuana untuk mengejar / mewujudkan mahayunan ayuna
kadatuan.
Kata Galuh berasal dari bahasa sansekerta, yang berarti batu permata,
Kerajaan Galuh berarti kerajaan batu permata yang indah gemerlapan, subur
makmur gemah ripah loh jinawi, aman tentram kertaraharja.
Dari sejarah terungkap bahwa pendiri Kerajaan Galuh adalah
Wretikkandayun, ia adalah putra bungsu dari Kandiawan yang memerintah
Kerajaan Kendan selama 15 tahun ( 597 s.d 612) yang kemudian menjadi pertapa di
Layungwatang (daerah Kuningan) dan bergelar Rajawesi Dewaraja atau Sang
Layungwatang.
Wretikkandayun berkedudukan di Medangjati, tetapi ia mendirikan pusat
pemerintahan yang baru dan diberi nama Galuh (yang lokasinya kurang lebih di
desa Karangkamulyan sekarang). Ia dinobatkan pada tanggal 14 Suklapaksa bulan
Caitra tahun 134 Caka (kira - kira 23 Maret 612 Masehi). Tanggal tersebut dipilihnya
benar-benar menurut tradisi Tarumanagara, karena tidak saja dilakukan pada hari
purnama melainkan juga pada tanggal itu matahari terbit tepat di titik timur.
Tujuan Wretikkandayun membangun pusat pemerintahan di daerah
Karangkamulyan (sekarang) adalah untuk membebaskan diri dari Tarumanagara,
yang selama itu menjadi negara adikuasa. Oleh karena itu demi mewujudkan
obsesinya ia menjalin hubungan baik dengan kerajaan Kalingga di Jawa Tengah,
bahkan putra bungsunya Mandi Minyak di jodohkan dengan Parwati putri sulung
Maharanissima.
Kesempatan untuk menjadi negara yang berdaulat penuh, terjadi pada tahun
669 ketika Linggawarman (666 s.d 669) Raja Tarumanagara yang ke 12 wafat. Ia
digantikan oleh menantunya (suami Dwi Manasih) bernama Terus Bawa yang
berasal dari kerajaan Sunda Sumbawa.
Terus Bawa inilah yang pada saat penobatannya tanggal 9 Suklapaksa bulan
Yosta tahun 951 Caka (kira-kira 17 Mei 669 Masehi), ia mengubah kerajaan
Tarumanagara menjadi Negara Sunda.
Masa Kerajaan Galuh berakhir kira-kira tahun 1333 Masehi ketika Raja
Ajiguna Lingga Wisesa atau Sang Dumahing Kending (1333 s.d 1340) mulai bertahta
di Kawali, sedangkan kakaknya Prabu Citragada atau Sang Dumahing Tanjung
bertahta di Pakuan Pajajaran.
Lingga Wisesa adalah kakek Maharaja Linggabuana yang gugur pada Perang
Bubat tahun 1357, yang kemudian diberi gelar Prabu Wangi. Ia gugur bersama putri
sulungnya Citra Resmi atau Diah Pitaloka. Diah Pitaloka mempunyai adik laki-laki
yang bernama Wastu Kancana dan diberi umur panjang.
Ketika perang bubat berlangsung, Wastu Kancana baru berusia 9 tahun
dibawah bimbingan pamannya yaitu Mangkubumi Suradipati alias Sang Bumi Sora
atau Batara Guru di Jampang, Wastu Kancana berkembang menjadi seorang calon
raja yang seimbang keluhuran budinya lahir bathin, sepeti tersebut pada wasiatnya
yang tertulis pada Prasasti Kawali yaitu:
Negara akan jaya dan unggul perang bila rakyat berada dalam kesejahteraan
(kareta beber).
Raja harus selalu berbuat kebajikan (pakena gawe rahayu).
itulah syarat yang menurut wasiatnya untuk dapat pakeun heubeul jaya dina buana,
pakeuna nanjeur najuritan untuk menuju mahayunan ayuna kadatuan.
Pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastu Kancana, negara dan
rakyatnya berada dalam keadaan aman tenteram kertaraharja, para abdi dalem
patuh dan taat terhadap peraturan ratu yang dilandasi oleh Purbastiti dan Purbajati.
Wastu Kancana mempunyai dua orang isteri, yaitu Larasati (Puteri Resi
Susuk Lampung) dan Mayangsari. Putra sulung dari Larasati yang bernama Sang
Halimun diangkat menjadi penguasa Kerajaan Sunda berkedudukan di Pakuan
Pajajaran pada Tahun 1382.
Dari Mayangsari, Wastu Kancana mempunyai empat orang putera yaitu
Ningrat Kencana, Surawijaya, Gedeng Sindangkasih dan Gedeng Tapa. Ningrat
Kencana diangkat menjadi Mangkubumi di Kawali dengan gelar Surawisesa.
Wastu Kancana wafat pada Tahun 1475 dan digantian oleh Ningrat Kencana
dengan gelar Prabu Dewa Niskala berkedudukan di Kawali, yang hanya menguasai
Kerajaan Galuh, karena Kerajaan Sunda dikuasai oleh kakaknya yaitu Sang Halimun
yang bergelar Prabu Susuk Tunggal. Dengan wafatnya Wastu Kancana, maka
berakhirlah periode Kawali yang berlangsung selama 142 tahun (1333 s.d 1475).
Dalam periode tersebut, Kawali menjadi pusat pemerintahan dan keraton
Surawisesa menjadi persemayaman raja-rajanya terlebih lagi Sribaduga Maharatu
Haji sebagai pewaris terakhir tahta Kerajaan Galuh dari ayahnya Dewa Niskala yang
pusat kerajaanya di Keraton Surawisesa pindah ke Pakuan Pajajaran (Bogor
sekarang) untuk merangkap jabatan menjadi Raja Sunda yang dianugerahkan dari
mertuanya, maka sejak itu Galuh Sunda bersatu kembali menjadi Pakuan Pajajaran
dibawah kekuasaan Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang
Ratu Dewata yang kini lazim disebut Prabu Siliwangi.
Penanggalan pada zaman Kerajaan Galuh bihari nampaknya kurang tepat
bila dijadikan penanggalan hari jadi Kabupaten Ciamis, karena luas teritorialnya
sangat jauh berbeda dengan keadaan Kabupaten Ciamis sekarang.
Nama Kerajaan Galuh baru muncul Tahun 1595, yang sejak itu mulai masuk
kekuasan Mataram. Adapun batas-batas kekuasaannya sebagai berikut :
- di sebelah timur, sungai citanduy;
- di sebelah barat, galunggung sukapura;
- di sebelah utara, sumedang dan cirebon;
- di sebelah selatan, samudera hindia.
Daerah-daerah Majenang, Dayeuh Luhur dan Pagadingan termasuk juga daerah
Galuh masa itu (menurut DR. F. Dehaan) dan ternyata dari segi adat istiadat dan
bahasa masih banyak kesamaan dengan tatar Pasundan terutama sekali di daerah
pegunungan.
Kerajaan Galuh pada saat itu terbagi menjadi beberapa pusat kekuasaan
yang dipimpin oleh raja-raja kecil (Kandaga Lante), yang kemudian dianggap
sederajat dengan Bupati yang antara satu dengan yang lainnya masih mempunyai
hubungan darah mempunyai perkawinan. Pusat-pusat kekuasaan tersebut berada di
wilayah Cibatu, Garatengah, Imbanagara, Panjalu, Kawali, Utama (Ciancang),
Kertabumi (Bojonglopang) dan Kawasen (Desa Banjarsari).
Pengaruh kekuasaan Mataram sedikit banyak mewarnai tata cara
pemerintahan dan budaya Kerajaan Galuh dari tata cara buhun sebelumnya pada
zaman itu mulai ada pergeseran antara Bupati yang satu dengan Bupati yang
lainnya, seperti Adipati Panaekan putra Prabu Galuh Cipta pertamanya diangkat
menjadi Bupati Wedana (semacam Gubernur) di Galuh oleh Sultan Agung.
Pengangkatan tersebut menyulut perselisihan faham antara Dipati Panaekan
dengan Adipati Kertabumi yang berakhir dengan tewasnya Adipati Panaekan.
jenazahnya dihanyutkan ke sungai Citanduy dan dimakamkan di Pasarean
Karangkamulyan.
Sebagai penggantinya ditunjuk Adipati Imbanagara yang pada waktu itu
berkedudukan di Garatengah (Cineam - Tasikmalaya).
Usaha Sultan Agung untuk melenyapkan kekuasaan VOC di Batavia pada
penyerangan pertama mendapat dukungan penuh dari Adipati Ukur, walaupun
pada penyerangan itu gagal.
Pada penyerangan kedua ke Batavia, Dipati Ukur mempergunakan
kesempatan tersebut untuk membebaskan daerah Ukur dan sekitarnya dari
pengaruh kekuasaan Mataram. Politik Dipati Ukur tersebut harus dibayar mahal,
yaitu dengan terbunuhnya Adipati Imbanagara (yang dianggap tidak setia lagi
kepada Mataram) oleh utusan Mataram yang dipenggal kepalanya dan dibawa ke
Mataram sebagai barang bukti. Sedangkan badannya dimakamkan di Bolenglang
(Kertasari). Tetapi kepala Adipati Imbanagara dapat direbut lagi oleh para
pengikutnya walaupun terjatuh di sungai Citanduy, yang kemudian tempat
jatuhnya disebut leuwi panten.
Kedudukan Adipati Imbanagara selanjutnya digantikan oleh puteranya yang
bernama Mas Bongsar atau Raden Yogaswara dan atas jasa-jasanya dianugerahi
gelar Raden Adipati Panji Jayanegara.
Pada masa pemerintahan Raden Adipati Panji Jayanegara, pusat kekuasaan
pemerintahan dipindahkan dari Garatengah ke Calingging yang kemudian
dipindahkan lagi ke Barunay (Imbanagara sekarang ), pada tanggal 14 Maulud atau
pada tanggal 12 Juni 1642 M.
Perpindahan pusat Kabupaten Galuh dari Garatengah ke Imbanagara,
mempunyai arti penting dan makna yang sangat dalam bagi perkembangan
Kabupaten Galuh berikutnya dan merupakan era baru pemerintahan Galuh menuju
terwujudnya Kabupaten Ciamis dikemudian hari, karena :
1. Peristiwa tersebut membawa akibat yang positif terhadap perkembangan
pemerintahan maupun kehidupan masyarakat kabupaten galuh yang
mempunyai batas teritorial yang pasti dan terbentuknya sentralisasi
pemerintahan
2. Perubahan tersebut mempunyai unsur perjuangan dari pemegang pimpinan
kekuasaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan rakyatnya dan adanya
usaha memerdekakan kebebasan rakyatnya dari kekuasaan penjajah.
3. Kabupaten Galuh dibawah pemerintahan Bupati Rd. Adipati Arya Panji
Jayanegara mampu menyatukan wilayah galuh yang merdeka dan berdaulat
tanpa kekerasan.
4. Adanya pengakuan terhadap kekuasaan Mataram dari Kabupaten Galuh
semata-mata dalam upaya memerangi penjajah (VOC) dan hidup
berdampingan secara damai.
5. Sejarah perkembangan Kabupaten Galuh tidak dapat dipisahkan dari sejarah
terbentuknya Kabupaten Ciamis itu sendiri. Dirubahnya nama Kabupaten
Galuh menjadi Kabupaten Ciamis pada tahun 1916 oleh Bupati Rd.
Tumenggung Satrawinata (Bupati ke 18) sampai sekarang belum terungkap
alasannya merupakan fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri dan dihindari.
Atas pertimbangan itulah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Daerah Tingkat II Ciamis dalam sidang Paripurna Khusus tanggal 17 Mei 1972
dengan Surat Keputusannya, sepakat untuk menetapkan tanggal 12 Juni 1642
sebagai hari jadi Kabupaten Ciamis.
Demikianlah sekilas pintas sejarah hari jadi Kabupaten Ciamis yang kita
banggakan dan kita cintai mudah-mudahan Komara Galuh Ciamis terus cemerlang
dan makin gemerlap oleh keluhuran budi masyarakat dan Aparatur Pemerintahnya.