Akibat Gempa, Khawatir Longsor
TASIK– Gempa tektonik berkekuatan
7,3 skala richter Selasa (2/9), berdampak pada pergerakan tanah di bibir
kawah Gunung Galunggung. Akibatnya bibir kawah Galunggung retak. Pos
Pengamatan Gunung Api Galunggung Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi yang berada di Kecamatan Padakembang, menemukan
retakan tanah sepanjang 350 meter dan lebar 0,5 sentimeter melingkar di
bibir kawah. Kondisi tersebut rentan memicu longsoran tanah, jika
retakan terisi air hujan.
Anggota pengamat Gunung api
Galunggung, Ucu Insan Kamil mengaku mengetahui kejadian tersebut dari
laporan warga setempat. Namun, untuk memastikan potensi gerakan tanah di
bibir kawah serta adanya potensi longsor, kata Ucu, harus dipastikan
melalui penelitian lebih lanjut dari tim ahli peneliti pergerakan tanah
Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Provinsi
Jawa Barat. “Kemungkinan (penelitian) akan dilakukan satu atau dua hari
kedepan,” ungkapnya kepada Radar, tadi malam.
Menurut Ucu,
retakan tanah tersebut baru muncul setelah gempa. Pasalnya dari data
terakhir pengamatan rutin oleh tim pengamatan Gunung Api Galunggung
Minggu lalu, retakan tersebut tidak terlihat.
Apakah retakan itu
bisa menyebabkan longsoran tanah ke objek wisata di bawahnya? Ucu
mengatakan longsoran tanah akan jatuh ke kawah. Sebab, bibir kawah
memiliki sudut kemiringan lebih curam daripada punggungnya. “Namun jika
longsoran tanah jatuh ke danau dan menutup inlete (saluran pembuangan
air, red), bisa menyebabkan gelombang air besar seperti peristiwa Situ
Gintung. Gelombang tersebut mengalir ke Sungai Cikunir dan Cibanjaran,”
ungkap Ucu.
Mengantisipasi adanya hal-hal yang tidak
diinginkan, Pos pengamatan Gunung Api Galunggung menyarankan agar
pemerintah menutup sementara akses pengunjung dan masyarakat ke kawah.
Apalagi, sejak satu bulan terakhir, gempa vulkanik di Gunung Galunggung
terus terjadi. Yakni satu kali berturut-turut pada Sabtu (1/8), Minggu
(2/8), Senin (10/8) dan Selasa (11/8). Kemudian tiga kali pada Sabtu
(15/8) dan berturut-turut satu kali pada Rabu (19/8), Sabtu (22/8),
Senin (24 dan 31/8), dan satu kali pada Selasa (1/9). “Gunung Api
Galunggung masih berstatus aktif normal,” pungkas Ucu.
Secara
terpisah, aktivis lingkungan Dzulfakor, Usep menyatakan sempat berdialog
dengan para kepala desa se-Kecamatan Padakembang membahas kodisi Gunung
Galunggung saat ini. Menurut Usep, adanya retakan tanah di bibir kawah
tak lepas dari aksi ekploitasi pasir di kawasan Cipanas Galunggung.
Sejauh ini, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya belum pernah bersuara
tentang kondisi di Galunggung. “Seharusnya ada keputusan pelarangan
ekploitasi di Galunggung seperti pasir,” ungkapnya.
Hal sama
juga diungkapkan aktivis lingkungan Dzulfakor lainnnya, Abu. Menurutnya,
jika retakan tanah terus membesar ketika hujan turun, bibir kawah bisa
jebol. Luapan air kawah dan longsoran tanah dari bibir kawah setidaknya
bisa menyapu dua desa terdekat, yakni Desa Linggajati dan Sinagar.
“Dalam
waktu dekat kami berencana menggelar dialog dengan masyaralat Kecamatan
Sukaratu tentang kondisi dan dampak kerusakan di Galunggung,” ungkap
abu.